Oleh: Ariyana Wahidah
(Pengurus Bidang organisasi PP Muslimat NU)
Bagi Warga NU, termasuk Muslimat pasti tidak asing dengan berbagai
bacaan shalawat nabi yang beraneka ragam. Mulai dari shalawat nariyah,
shalawat burdah, shalawat munjiyat, shalawat kamaliyah, shalawat
kubro, shalawat badar, hingga shalawat badawiyah.
Shalawat badar adalah diantara shalawat yang paling popular di
kalangan warga NU. Shalawat yang berisi puji-pujian kepada Rasulullah
SAW dan para mujahidin, khususnya para pejuang Badar ini bisa dibilang
selalu dibaca dalam majelis taklim, forum pengajian dan istigotsah yang
dislenggarakan oleh warga nahdiyyin. Shalawat Badar banyak sekali hikmah
dan faedahnya, diantaranya bisa menjadi sumber kekuatan untuk memohon
pertolongan Allah, serta washilah kepada Rasulullah SAW sebagai manusia
paling dikasihi oleh Allah SWT.
Keistimewaan shalawat badar tak hanya pada syair teks dan maknanya
yang sangat sakral, tetapi juga terdapat pada ikatan historis dengan
warga NU. Tak heran shalawat badar seolah menjadi “lagu wajib” bagi
warga NU.
Bahkan, Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa
pada Raker Pengurus PP Muslimat NU di Jakarta (19/10/2012) mengumumkan
bahwa shalawat badar wajib dibaca untuk mengiringi pembacaan ayat suci
al-Quran di setiap kegiatan seremonial Muslimat. Saking sakralnya,
Muslimat akan memasukkan shalawat badar dalam peraturan Organisasi
Muslimat NU.
Asal Mula Shalawat Badar
Mungkin banyak yang tidak menyangka, bahwa Shalawat Badar merupakan
“produk asli dalam negeri”. Sebab, syairnya dibuat oleh ulama asli
Indonesia, yaitu Kiai Ali Mansur dari Banyuwangi, Jawa Timur. Kiai Ali
Mansur adalah cucu KH Muhammad Shiddiq Jember dan keponakan dari ulama
besar pengarang kitab Tanwir al-Hijja, yaitu KH Ahmad Qusyairi.
Pada saat itu, sekitar tahun 1960-an, Indonesia dalam situasi
mencekam karena kekejaman pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
KH Ali Mansur yang saat itu menjadi pengurus NU dan menjabat sebagai
Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi, merasa gundah dan gelisah
memikirkan semakin gawatnya fitnah dan kekejaman. Bahkan, banyak kiai NU
yang terbunuh karena kekejaman PKI.
Keadaan yang mencekam tersebut
mendorong Kiai Ali Mansur yang dikenal ahli dalam membuat syair, menulis
bait shalawat Nabi sebagai sarana bermunajat dan mohon pertolongan
Allah SWT. Konon, di tengah menulis syair, Kiai Ali tertidur dan
bermimpi didatangi orang-orang berjubah putih-hijau.
Pada malam yang sama, isteri beliau bermimpi bertemu Rasulullah
Muhammad SAW. Kiai Ali kemudian menanyakan perihal mimpinya tersebut
kepada Habib Hadi Al-Haddar Banyuwangi. Habib Hadi mengatakan, bahwa
orang-orang berjubah tersebut adalah para ahli Badar. Mendengar
penjelasan Habib yang sangat dimuliakan tersebut, Kiai Ali semakin
bersemangat dan bertekad untuk mengarang sebuah syair yang ada kaitan
dengan para pejuang Badar tersebut.
Lalu malam harinya, Kiai Ali menyelesaikan karya syair yang
kemudian dikenal dengan sebagai "Sholawat al-Badriyyah" atau "Sholawat
Badar”. Keesokan harinya, rumah Kiai Ali Mansur tiba-tiba didatangi oleh
tetangganya dengan membawa beras dan berbagai bahan makanan yang
sangat banyak.
Kepada Kiai Ali, mereka bercerita bahwa telah didatangi oleh
orang-orang berjubah putih dan menyuruh mereka membantu Kiai Ali Mansur,
karena besok akan ada acara besar dan kedatangan banyak tamu. Karena
itulah mereka datang membawa bahan makanan. Tanpa disuruh, ibu-ibu
langsung sibuk memasak makanan di dapur hingga larut malam.
Menjelang pagi, tiba-tiba datang serombongan habaib yang diketuai
oleh Habib Ali bin Abdur Rahman al-Habsyi atau dikenal dengan Habib Ali
Kwitang dari Jakarta. Kiai Ali sangat terkejut sekaligus gembira
menerima kedatangan banyak tamu istimewa. Belum hilang rasa herannya
atas kedatangan para habib yang mendadak, tiba-tiba Habib Ali Kwitang
bertanya mengenai syair shalawat yang ditulis oleh Kiai Ali Mansur.
Tentu saja Kiai Ali Mansur terkejut karena karangan yang beliau tulis
itu belum sempat diberitahukan kepada siapapun, yang tahu hanya dirinya
sendiri. Namun, Kiai Ali Mansur segera menyadarai bahwa ini adalah satu
karomah Habib Ali yang terkenal sebagai waliyullah sehingga tanpa
banyak bertanya, Kiai Ali Mansur segera menunjukkan syair karyanya itu
dan membacanya di hadapan para hadirin dengan suaranya yang lantang
dan merdu.
Para hadirin dan habaib mendengarnya dengan khusyuk, dan banyak yang
meneteskan air mata. Habib Ali lantas menyerukan kepada jamaah yang
hadir agar sholawat badar dijadikan sarana bermunajat dalam menghadapi
fitnah PKI. Shalawat badar ini juga dimaksudkan untuk membangkitkan
semangat warga NU untuk memerang meng-counter “Genjer-genjer” yang
dijadikan sebagai lagu proraganda oleh Gerakan Wanita Indonesia
(Gerwani), ormas wanita anderbow PKI.
Selanjutnya, Habib Ali mengundang para ulama dan habaib ke Kwitang
untuk menghadiri pertemuan, termasuk Kiai Ali Mansur bersama pamannya
Kiai Ahmad Qusyairi. Dalam pertemuan tersebut, Kiai Ali sekali lagi
diminta untuk mengumandangkan Sholawat al-Badriyyah gubahannya. Sejak
saat itu bertambah terkenallah sholawat badar di kalangan masyarakat dan
menjadi menjadi bacaan populer dalam majelis-majelis ta'lim dan
pertemuan hingga sekarang.
Semoga shalawat Badar terus berkumandang sepanjang zaman, seiring
dengan semangat perjuangan warga NU, serta menjadi amal jariah bagi Kiai
Ali. Amin.(berbagai sumber)
sumber : http://www.muslimat-nu.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=428:-shalawat-badar-dan-simbol-perlawanan-nu-terhadap-pki-oleh-ariyana-wahidah-pengurus-bidang-organisasi-pp-muslimat-nu-bagi-warga-nu-termasuk-muslimat-pasti-tidak-asing-dengan-berbagai-bacaan-shalawat-nabi-yang-beraneka-ragam-mulai-dari-shalawat-na&catid=43:fikrah&Itemid=68
Home »
Artikel Sholawat
» Shalawat Badar dan Perlawanan NU Terhadap PKI
Shalawat Badar dan Perlawanan NU Terhadap PKI
Written By writer on Sabtu, 29 Desember 2012 | 06.03
Label:
Artikel Sholawat
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !